Sabtu, 29 Maret 2014

A

Semua berawal dari saling tak punya rasa.
Lalu, rasa itu saling mengisi.
Selanjutnya kita saling mempertanyakan rasa
hingga kita pun saling memahami rasa itu sendiri.
Namun, apakah aku dan kamu dapat menjadi satu rasa ?
Sebab, rasa aku dan kamu berbeda.
Hal ini menjadi tak biasa.

Maaf, jika aku belum memberi jawaban pada rasa.
Ini semua hanya karena aku belum terbiasa.
Aku hanya tak menduga saja
akan misteri rasa yang kau sinyalkan untukku.

Jika aku sudah menjawab rasa,
aku akan menunggu hari itu.
Hari dimana kau menyematkan kasihmu pada jemariku.
Tepat di depan menara Eiffel, Paris.
Kota yang kata kebanyakan orang penuh rasa.


-Kutipan Novel "A"-
"Hidup seperti menara Eiffel, berdiri seperti huruf A"


Bukan Karena, Tapi Karena..

Ada saat dimana kamu "harus" berhenti berjuang,
berhenti mengharapkan cintanya lagi, berhenti menjadikannya nomer 1 di hatimu.
Bukan karena kamu lemah atau tidak sanggup dengan segala tekanan.
Tapi karena kamu sadar,
"Kehadiranmu sama sekali tidak dibutuhkan olehnya".

Selasa, 25 Maret 2014

Karena RencanaNya Selalu Indah

Ia tumbuh di desa kecil itu. Cahaya mentari, dinginnya embun, suara siulan burung dan senja telah menjadi teman setianya. Ia sangat mencintai karya-karya indah Sang Kuasa. Ia sosok yang begitu sederhana. Hidup penuh keterbatasan tak lantas membuatnya enggan membantu sesamanya.  

Dia lah sang pemimpi. Memiliki berjuta-juta impian dalam benaknya dan selalu bertekad mewujudkannya. Ia tak pernah berkecil hati dengan apa yang tak dimilikinya. Ia selalu berpendapat “Kesempurnaan hanyalah milik Yang Kuasa”.
   
Rasa syukur tak pernah berhenti terucap dari bibirnya setiap kali matanya terbuka menyambut pagi. Ia bersyukur untuk hidup yang diberi olehNya walaupun kebanyakan orang menganggapnya “Tak Beruntung”
     
Sejak kecil ia berjuang sendiri, mencari nafkah untuk sesuap nasi. Ibunya meninggal dunia ketika melahirkannya, dan ayahnya pergi merantau ke negeri seberang meninggalkannya bersama kakak perempuannya yang ditakdirkan tidak bisa melihat keindahan dunia. Walaupun begitu ia tak pernah membenci sang ayah, ataupun membenci takdirnya.
    
Ia bahagia, bahagia dengan apa yang dimilikinya. Ia begitu mencintai kakaknya dan berjanji akan selalu menjaganya. Terik mentari bukan penghalang baginya, dinginnya udara tak menjadi tantangan buatnya, sebisa mungkin ia berjuang menghidupi keluarga kecilnya.
    
Kini, ia mendedikasikan hidupnya untuk sang kakak, keluarga satu-satunya yang ia miliki. Ia tak pernah mengeluh jika tak mendapat jatah makan, baginya jika sang kakak kenyang ia pun juga ikut kenyang.

Sampai pada suatu hari, Tuhan memberi cobaan (lagi) padannya, ia harus bisa menerima kenyataan bahwa sang kakak menderita penyakit yang mematikan. Perih. Tak pernah terbayangkan olehnya akan kehilangan anggota keluarga satu-satunya.

Dengan penuh ikhlas ia merawat sang kakak di rumah sendiri karena tak punya cukup biaya untuk berobat ke rumah sakit. Terkadang, benteng pertahanannya runtuh, air mata membasahi pipinya takkala melihat sang kakak begitu menderita.

Hari-hari berlalu, Tuhan telah menyuruh MalaikatNya untuk menjemput sang kakak, menyuruhnya pulang kembali ke pelukanNya. Ia ikhlas dengan kepergian sang kakak walau pada kenyataannya hatinya seperti tercabik belati.
            
Tak ingin berlarut-larut, ia berusaha menjalani hidup seperti biasanya, mencari nafkah untuk sesuap nasi. Ia tak pernah menyerah. Di balik itu semua, ia adalah pribadi yang dicintai. Bukan karena kekayaan harta (karena memang ia tak memiliki harta) tapi karena kekayaan hatinya.
            
Walaupun orang menganggapnya kurang beruntung, ia tak pernah ambil pusing. Ia percaya dengan rencana-rencana indah Sang Kuasa yang telah disiapkan untuknya.
           
Karena ketekunan dan keikhlasannya menjalani hidup Tuhan benar-benar memperlihatkan keajaibanNya, rencana indahNya. Ia diangkat di keluarga kaya dermawan. Beruntung sekali keluarga itu menyambutnya dengan baik.
           
Ia disekolahkan, dibimbing menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Semakin hari, ia semakin memperlihatkan kemajuannya. Ia selalu berhasil menduduki peringkat pertama walau sejak kecil ia tak pernah dibekali pendidikan.
            
Berkat kerja kerasnya lah ia bisa seperti sekarang. Tak ingin menyusahkan keluarga barunya, ia terus belajar dan belajar. Hari penentuan kelulusan tiba, dan Tuhan memperlihatkan keajaibanNya lagi, ia menjadi lulusan terbaik.
           
Kini, ia melanjutkan studinya di Universitas idamannya berkat beasiswa yang ia peroleh. Mengambil jurusan sesuai bakat dan mimpinya sejak dulu. Ia sangat suka menulis. Menuangkan perasaan di atas kertas membuatnya bahagia, yang terkadang membuat orang lain tak mengerti kebahagiannya.
          
Tahun-tahun kuliahnya ia lewati dengan penuh lika-liku, namun ia telah terbiasa dengan keadaan yang seperti itu. Hidupnya di masa lalu berhasil membuatnya menjadi pribadi yang kuat. Kini, ia dikenal sebagai penulis dengan karya-karya inspiratifnya.


Nb : Ini cerita fiksi pertama yang berhasil saya tulis, sebelumnya saya hanya bisa menulis sajak, puisi, ataupun cerita-cerita aneh. Terima kasih untuk teman-teman yang telah menyempatkan membacanya, semoga bermanfaat dan membuat kita sadar akan satu hal “Kerterbatasan bukan pengahalang yang berarti”. Pelajaran lain yang bisa kita petik “Di dunia ini tidak ada yang mustahil, selama kita ingin berusaha, berdoa, dan bertawakal Tuhan selalu menunjukkan jalan yang baik. Setiap manusia memiliki cerita hidup yang berbeda, tak ada yang tak beruntung, Tuhan Maha Adil, Tuhan selalu punya rencana yang indah untuk semua umatNya.”

Minggu, 16 Maret 2014

Jadi, Apa Jawabannya ?

Pertanyaan ini sering kali menghantui ku, menganggu siang bahkan malamku. Menghabiskan waktu hanya untuk mencari jawaban atas pertanyaan itu. Aku bingung, bingung dengan semua hal yang ada disekitarku. Otakku seakan dipaksa untuk terus berpikir demi jawaban itu. Tapi pada kenyataannya aku tak benar-benarnya bisa menemukan jawabannya. Keadaan yang terus-menerus berganti setiap harinya membuatku semakin sulit menemukan jawabannya. Pertanyaan yang begitu sederhana, tapi jawaban atas pertanyaannya lah yang begitu rumit. APAKAH KITA SAHABAT ? 
Aku mulai ragu. Bisakah kau menghapus raguku ?
Jadi, apa jawabannya ?

Setiaku, Kebodohanku


Akulah mentari yang setia menyambut pagimu, walau matamu enggan terbuka melihat sinarku.

Akulah bulan dan bintang yang setia menjadi penerang malammu, walau kau enggan menikmati cahayaku dibawah langit malam.

Akulah perindu yang setia, walau rinduku tak kau balas.

Akulah pengagum yang setia, walau sosokku sering kau abaikan.

Akulah manusia bodoh, yang setia menunggumu hingga sekarang.

Ku harap aku

Hebat sekali orang-orang yang memilih berdamai Tidak memaksa namun terus mengusahakan pelan-pelan Jika butuh menangis, dia menangis Jika but...